Kredit Perumahan Rakyat
(KPR) telah menjadi kebutuhan masyarakat dalam mendapatkan rumah. Tapi
sayangnya fasilitas dari perbankan ini seringkali justru membuat nasabahnya
menjerit, terutama akibat fluktuasi bunga.
Mengatasi hal
tersebut, sebenarnya ada beberapa langkah yang harus diperhatikan nasabah.
Mulai dari sebelum mengambil KPR.
Nasabah wajib
mengetahui bagaimana mekanisme KPR. Adalah utang dalam jangka panjang yang dibayar
setiap bulan dengan bunga tertentu. "Nasabah
harus siap dengan utang jangka panjang. Kalau tidak, nggak boleh
memaksakan,".
Kemudian adalah
sesuaikan jenis KPR dengan penghasilan. Baik dari sisi harga rumah, pilihan
bank (konvensional atau syariah), tenor hingga promo bunga. Karena itu yang
menentukan cicilan yang harus dibayarkan.
Besarnya cicilan
tidak boleh melebihi 30% dari penghasilan suami dan istri. Sebab
mempertimbangkan kebutuhan anggaran keluarga lainnya.
"Cicilan utang
tidak boleh lebih dari 30% penghasilan keluarga”. Nasabah juga harus
mempertimbangkan kemungkinan kenaikan bunga KPR. Maka dari itu utang dibuat
sedikit lebih longgar. Agar nasabah tiba-tiba tidak menjerit akibat cicilan
yang membengkak.
Biasanya ada
permasalahan bunga yang cenderung muncul pada nasabah usai periode bulan madu
atau promo 1-2 tahun awal. Karena di tahun ketiga, bank akan memberlakukan
bunga sesuai mekanisme pasar. "Jadi
ada ruang kalau terjadinya kenaikan bunga. Karena diimbangi juga dengan
penghasilan yang naik,"
Dsarankan agar
nasabah tidak memaksakan, berutang saat melebihi penghasilan 30%. Karena akan
membawa dampak negatif terhadap dana keluarganya nanti. Misalnya dari sisi gaya
hidup, pengeluaran (cashflow) dan kebangkrutan.
"Kalau sudah default, kan sudah rugi semua, aset menghilang dan langsung hangus
dan bangkrut,"
Sumber : Detik
No comments:
Post a Comment